Kelompok 8 (Alpukat)
Disusun oleh :
Andrew Wiratama
Mikha Meyanti B.
Riyan Anugerah
Ulfah Indah K.
Wira Utami H.
Andrew Wiratama
Mikha Meyanti B.
Riyan Anugerah
Ulfah Indah K.
Wira Utami H.
kelas : 3PA06
A. Definisi Leadership
Menurut Oedway
Tead dalam bukunya “The art of leadership” menyatakan kepemimpinan adalah
kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Menurut R.Tery
dalam bukunya Principle of Management memberikan pengertian kepemimpinan
sebagai kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai
mencapai tujuan-tujuan kelompok.
Menurut Howard
H. Hoyt dalam bukunya Aspect of Modern Public Administration menyatakan kepemimpinan
adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing
orang.
Menurut Harsey and
Blanchard (1982) mengatakan bahwa: In essence leadership is a broader concept
than management.
Menurut Davis (1967): Leadhership is part of
management, but not all of it. A manager is required to plan and organize, for
example, but all we ask of the leader is that he gets others to follow.
B.
Teori
Kepemimpinan Partisipatif
a.
Teori
X dan Y dari Doughlas McGregor
Dua tahun sebelum meninggal, Doughlas
mcgregor menerbitkan bukunya yang paling berpengaruh yaitu “The human side of
enterprise”. Di bab awal ia memperagakan dengan sangat jelas bahwaasumsi para
manajer tentang perilaku manusia dan sifat manusia mempunyai dampak besar pada
cara mereka mengelola. Selain gaya bahasanya yang mudah dipahami, kejelasan
yang ditunjukan Mcgregor berasal dari kenyataan bahwa ia memisahkan asumsi ini
kedalam dua kelompok usulan atau tesis tentang sifat manusia, yang ia namakan
teori X dan teori Y.
Teori Y berlandaskan asumsi
optimistis tntang manusia yang di dukung oleh teori Maslow sedangkan teori X
mempunyai dasar yang lebih gelap.
Teori
X menyatakan bahwa pada dasarnya manusia
adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari
pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi
yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta
jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi,
diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan
perusahaan.
Teori Y
memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan
sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara
ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja
sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi,
kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan
kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki
dalam bekerja.
b.
Teori
sistem 4 dari Rensis Likert
Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam
manajemen sebagai berikut:
1.
Exploitative Authoritative yaitu manajer sangat
otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi
bawahan, dan bersikap paternalistic. Pemimpin dalam sistem ini hanya mau
memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses
pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
2.
Otokratis yang baik hati atau Benevolent
autoritative yaitu manajernya mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya
pada bawahan, memotivasi, dan memperbolehkan adanya komunikasi ke atas. Bawahan
merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan
tugas pekerjaannya dengan atasannya.
3.
Manajer Konsultatif yaitu manajer mempunyai
sedikit kepercayaan pada bawahan biasanya hal tersebut terjadii apabila ia
membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan. Bawahan disini merasa sedikit
bebas untuk membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan tugas pekerjaan
bersama atasannya.
4. Pemimpin yang bergaya
kelompok berpartisipatif atau partisipative group yaitu manajer mempunyai
kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan
selalu mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat dari bawahannya dan
mempunyai niatan untuk menggunakan pendapat bawahan secara konstruktif. Bawahan merasa
secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang berubungan
dengan tugasnya bersama atasannya.
c.
Teori
of Leadhership Pattern Choice dari Tannenbaum & Scmidt
Pada
tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel
yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam
The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul "Bagamana Memilih
sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan bahwa itu menunjukkan gaya
kepemimpinan adalah pilihan manajer”.
Berkaitan dengan masalah
gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat demokratis
terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku
kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis
di sisi lain, yang mereka sebut bos berpusat dan berpusat pada bawahan tidak
seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja
untuk analisis dan pilihan individu.
Para
penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan pola kepemimpinan:
1) kekuatan
di manajer (egattitudes, kepercayaan, nilai-nilai)
2) kekuatan
di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin)
3)
kekuatan dalam situasi
(egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan
lain-lain faktor extrancous).
Tujuh "pola kepemimpinan" yang
diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan
angka-angka di bagian bawah diagram mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi
definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Kepemimpinan Pola 1: "Pemimpin
izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior."
Contoh: Pemimpin memungkinkan
anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 2: "Pemimpin
mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan."
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa
anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa
memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
Kepemimpinan Pola 3: "Pemimpin
menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan."
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk
menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim
akan bertemu.
Kepemimpinan Pola 4: "Pemimpin
tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh
kelompok."
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya
apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan
hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
Kepemimpinan Pola 5: "Pemimpin
menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan."
Contoh: Pemimpin tim mengatakan
bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim.
Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
Kepemimpinan Pola 6: "Para
pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang
benar."
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada
anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian
meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 7: "Para
pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup."
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa
tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan
bahwa berita itu kepada tim.
d.
Teori
kepemimpinan dari konsep Modern Choice Approach to Participantion yang memuat
Decision tree
Bambale
(2011) menyampaikan dalam tulisannya, bahwa paradigma kepemimpinan modern ditelesuri dari “Organizational Citizenship Behaviors” (OCBS), kepemimpinan
terbagi dalam 8 teori kepemimpinan yaitu :
1) Kepemimpinan adaftif melibatkan para pemimpin untuk menyusun visi
masa depan dan mengilhami orang lain untuk menerima perubahan dan menjadi
peserta dalam perjalanan ke depan, dengan ciri; kompeten di bidangnya, objektif
dalam menangani keputusan dan masalah; reflektif dalam melihat sikap dan
perilaku sendiri; dapat dipercaya dalam menangani kepentingan lain; inovatif dalam mengejar kinerja yang lebih
baik; kegiatan yang efisien; berpikiran terbuka dalam mempertimbangkan
informasi yang relevan dan perspektif.
2) Model Kepemimpinan Tersebar.
Model baru kepemimpinan tersebar mempromosikan pembagian kekuasaan antara
pemimpin dan pengikut Dalam penelitian lain disebut berbeda antara lain Super
kepemimpinan Kepemimpinan; Kepemimpinan
Terdistribusi; Kepemimpinan
Pemberdayaan ; dan
Kepemimpinan Bersama.
Kepemimpinan ini memiliki ciri intuitif
dalam mempertimbangkan tacit pengetahuan dan pengalaman; memiliki karakter dengan menunjukkan teladan moral dan nilai-nilai; memiliki inisiatif dan
bersedia untuk mengambil tindakan; dan memiliki keberanian untuk mengambil sikap
prinsip.
Kepemimpinan
otentik (sejati), merupakan model yang ketiga, pemimpin sejati adalah individu
yang sangat menyadari bagaimana mereka berpikir, berperilaku dan dirasakan oleh orang lain sebagaimana menyadari diri mereka sendiri dan moral perspektif orang
lain, pengetahuan dan kekuatan Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan
baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak
mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa
partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan
kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Normative Theory dari Vroom and
Yetton sebagai berikut :
1) AI
(Autocratic) : Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara
unilateral, menggunakan
2) informasi
yang ada.
3) AII
(Autocratic) : Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun
setelah membuat keputusan unilateral
4) CI
(Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara
perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
5) CII
(Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara
berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
6) GII
(Group Decision) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara
berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap
konsensus.
Dalam memilih alternatif-alternatif
pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat
pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilan keputusan
yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat
keputusan yang berkualitas tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur
dengan baik. Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya,
apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima
keputusan, apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai
melalui pemecahan masalah ini.
Normative Theory: Rules Designed To
Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973)
1) Leader
Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup
informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya
autucratic.
2) Goal
Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk
membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
3) Unstructured
Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup
informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan
autocratic.
4) Acceptance
Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif,
eliminasi gaya autocratic.
5) Conflict
Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif,
dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran,
eliminasi gaya autocratic.
6) Fairness
Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka
gunakan gaya yang paling partisipatif.
7) Acceptance
Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil
dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai
tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.
Model ini membantu pemimpin dalam
menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi. Tidak ada satu gaya
yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus utama harus pada masalah yang
akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yang
digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi
lain..
e.
Teori
kepemipinan dari konsep Contingency theory of leadership dari Fiedler
Kepemimpinan kontingensi
dikembangkan oleh Fiedler. Menurut Fiedler prestasi kerja suatu kelompok
dipengaruhi oleh sistem motivasi dari kepemimpinan dan sejauh mana pemimpin
dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
Kepemimpinan dilihat sebagai suatu
hubungan yang didasari oleh keuatan dan pengaruh:
1. Kepemimpinan
yang efektif terletak pada “belajar menjadi pemimpin yang baik”.
2. Penolakan
terhadap pemikiran “satu jalan yang terbaik”.
3. Perilaku
pemimpin yaang sesuai tergantung pada karakteristik tertentu dari pemimpin,
situasi yang dihadapi dan bawahan (mereka yang dipimpin).
4. Dasar
teori kontingensi ialah perilaku pemimpin berubah sesuai dengan keadaan tertentu.
Terdapat dua hal pertimbangan
penting:
1) Sampai
sejauh mana situasi memberikan pemimpin kekuatan dan pengaruh yang diperlukan
agar efektif.
2) Sampai
sejauh mana pemimpin dapat meramalkan efek dari gaya pemimpin pada perilaku
atau prsetasi pengikut.
Efektifitas kepemimpinan menurut
Fiedler tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang
mendukung, sebagai berikut:
1)
Struktur kebutuhan
pemimpin; apakah motivasi pada pencapaian tugas atau hubungan antar pribadi.
2)
Kendali situasi pemimpin,
yaitu keyakinan pemimpin bahwa tugas bisa diselesaikan. Kendali situasi adalah fungsi
dari; hubungan pemimpin-anggota (tingkat keyakinan, kepercayaan, dan respek
bawahan terhadap pemimpin merek), struktur tugas (tingkat dimana penugasan
pekerjaan di prosedurkan yakni terstruktur) dan kekuasaan jabatan (tingkat
pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin mempunyai variabel kekuasaan
seperti mempekerjakan, memecat, mendisiplinkan, mempromosikan, dan menaikan
gaji).
3)
Interaksi antara
struktur kebutuhan pemimpin dengan kendali situasi. Fiedler mengevaluasi
situasi dalam ketiga variabel kemungkinan tersebut (hubungan pemimpin-anggota,
struktur tugas dan kekuasaan). Hubungan pemimpin-anggota baik atau buruk,
struktur tugas tinggi atau rendah, kekuasaan jabatan kuat atau lemah. Fiedler
menyataka bahwa makin baik hubungan pemimpin-anggota, maki terstruktur
pekerjaan itu, dan makin kuat kekuasaan posisi, makin banyak kendali atau
pengaruh yang dimilikipemimpin itu.
f.
Teori
kepemimpinan dari konsep Path Goal Theory
Pemimpin akan berhasil apabila ia mampu menunjukkan kepada bawahannya apa yang
akan diperoleh sebagai reward dan juga jalur
perilaku (path) yang harus dilakukan bawahan untuk memperoleh reward tersebut.
Menurut
teori ini, pemimpin harus meningkatkan ketersediaan jumlah dan jenis
penghargaan bagi pegawai; dan selanjutnya memberikan petunjuk dan bimbingan
untuk menjelaskan cara- cara untuk mendapatkan penghargaan tersebut. Berdasarkan
tindakan pimpinan dalam memotivasi dan memberikan penjelasan kepada pegawai
maka dikenal adanya kepemimpinan directive, supportive, participative, dan
achievement oriented.
1)
Kepemimpinan direktif,
yakni pemimpin memberikan arahan tentang sasaran, target dan cara-cara untuk
mencapainya secara rinci dan jelas; tidak ada ruang untuk diskusi dan
partisipasi pegawai.
2)
Kepemimpinan suportif,
menempatkan pemimpin sebagai “sahabat” bagi bawahan, dengan memberikan dukungan
material, finansial, atau moral; serta peduli terhadap kesejahteraan pegawai.
3)
Kepemimpinan
partisipatif, dalam mengambil keputusan dan/atau bertindak meminta dan
menggunakan masukan atau saran dari pegawai, namun keputusan dan kewenangan
tetap dilakukan oleh pimpinan.
4)
Kepemimpinan
berorientasi prestasi, menunjukkan pemimpin yang menuntut kinerja yang unggul,
merancang tujuan yang menantang, berimprovisasi, dan menunjukkan kepercayaan
bahwa pegawai dapat mencapai standar kinerja tinggi.
Teori-teori dalam kategori ini juga dikembangkan oleh
Blake dan Mouton (1964) yang disebut dengan Managerial Grid. Dalam kepemimpinan
ini, kisi-kisi perhatian kepada pekerja dan kepada produksi diukur dalam skala
terendah = 0 dan tertinggi = 9; sehingga skala 9,9 yang disebut tim manajemen
dipandang sebagai gaya kepemimpinan yang paling optimal. Likert (1961-1967)
juga mengembangkan pengukuran perilaku kepemimpinan yang dikelompokkan menjadi
empat gaya yakni exploitative authoritative, benevolent authoritative,
consultative, dan participative group. Selain itu masih banyak lagi teori-teori
yang dikembangkan lebih lanjut berdasarkan orientasi perilaku pemimpin dalam
memandang pelaksanaan tugas/produksi/kinerja, dan para pegawai sebagai
pelaksana tugas tersebut
Daftar Pustaka
Adair, John.
2008. Kepemimpinan yang memotivasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Anoraga, S &
Suyati, S. 1995. Psikologi industri dan sosial. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Munandar, Ashar
Sunyoto. 2014. Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Robbins,
Stephen P. Judge, Timothy A. Perilaku
Organisasi edisi 12 ,Organizational Behavior 12th ed. Penerjemah : Diana
Angelica, Ria Cahyani, dan Abdul Rosyid. Jakarta : Penerbit Salemba Empat
Wibowo,
Udik Budi. 2011. Teori Kepemimpinan, Makalah
disampaikan pada Pembekalan Ujian Dinas Tahun 2011. Badan Kepegawaian
Daerah : Yogyakarta
http://gedesandiasa.com/berita/123/analisis-teoriteori-kepemimpinan.html diakses pada 2 November pukul 20:34 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar