Kesehatan Mental Menurut Maslow
A. Abraham Maslow
Abraham maslow
dilahirkan di Brooklyn, New York pada tanggal 1 April 1908. Ketika berumur 62
tahun Maslow meninggal dunia di California pada tanggal 8 Juni 1970. Maslow
adalah seorang psikolog yang berasal dari Amerika dan menjadi seorang pelopor
aliran psikologi humanistik.
B. Kesehatan
Mental Menurut Maslow
1. Hierarki
kebutuhan Manusia
Menurut
Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirark, dari yang paling rendah
(fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Hirarki kebutuhan
tersebut ialah :
a)
Kebutuhan fisiologis atau dasar
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan
manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu
kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. kebutuhan
fisiologis adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak.
b) Kebutuhan
akan rasa aman
Kebutuhan ini menampilkan
diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari
rasa takut, cemas. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan
dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat
asing dan tidak diharapkan. Untuk pribadi yang sehat, kebutuhan rasa aman tidak
berlebih-lebihan atau selalu mendesak
c) Kebutuhan
untuk dicintai dan disayangi
kebutuhan akan
persahabatan, berkeluarga, berkelompok, interaksi dan kasih sayang. Setiap
orang ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang
lain.
d) Kebutuhan
untuk dihargai
jika kebutuhan
tingkat tiga relatif sudah terpenuhi, maka timbul kebutuhan akan harga
diri (esteem needs). Ada dua
macam kebutuhan akan harga diri. Pertama adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya
diri, dankemandirian. kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang
lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap
penting dan apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil
sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan selalu
siap untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi
yaitu aktualisasi diri (self actualization.
e) Kebutuhan
untuk aktualisasi diri
Kebutuhan aktualisasi
diri merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan yang tidak tersusun
secara hirarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai meta kebutuhan tidak
terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti apatisme, kebosanan, putus
asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri
sendiri, kehilangan selera.
2. Kepribadian
yang Sehat Menurut Maslow
Maslow berpendapat bahwa seseorang akan memiliki
kepribadian yang sehat, apabila dia telah mampu untuk mengaktualisasikan
dirinya secara penuh (self actualizing person). Dia mengemukakan teori motivasi
bagi self actualizinga-needs person, dengan nama metamotivation, meta-needs
B-motivation, atau being values (kebutuhan untuk berkembang). Sementara
motivasi bagi orang yang tidak mampu mengaktualisasikan dirinya dinamai
D-motivation atau deficiency
3. Perbedaan
“meta needs” dengan “deficiency needs”
· Metaneeds atau
"metakebutuhan" merupakan keadaan-keadaan pertumbuhan atau ke arah
mana pengaktualisasi-pengaktualisasi-diri bergerak. Disini terdapat B-values yakni
tujuan-tujuan dalam dirinya sendiri, bukan alat untuk mencapai tujuan-tujuan
lain.
· Deficiency
needs merupakan keadaan-keadaan untuk membereskan suatu kekurangan
dalam organisme. Misal, apabila pada suatu waktu kita tidak makan, maka kita
akan merasa ada kekurangan di dalam tubuh kita. Kekurangan tersebut bisa
menimbulkan perasaan sakit dan tidak enak. Kita memiliki suatu kebutuhan khusus
(lapar) akan objek tujuan khusus (makanan).
4. Ciri-ciri
“actualized people”
a. Mengamati
Realitas secara Efisien
Individu yang sangat
sehat mengamati objek-objek dan orang-orang di sekitarnya secara objektif.
b. Menerima
diri mereka sendiri, orang lain, secara kodrati seperti apa adanya
Individu yang
mengaktualisasikan-diri menerima diri mereka, kelemahan-kelemahan dan
kekuatan-kekuatan mereka tanpa keluhan.
c. Spontanitas,
Kesederhanaan, Kewajaran
Bertingkah laku secara
terbuka dan langsung tanpa berpura-pura
d. Fokus
pada masalah-masalah di luar diri mereka
Mereka senang melakukan
pekerjaan mereka dan mengabdikan kebanyakan energi mereka kepada tugas
tersebut.
e. Memiliki
Kebutuhan akan Privasi dan Independensi
Memiliki suatu
kebutuhan yang untuk pemisahan dan kesunyian.
f. Berfungsi
secara Otonom
Prefernsi dan kemampuan
untuk berfungsi secara otonom terhadap lingkungan sosial dan fisik.
g. Apresiasi
yang Senantiasa Segar Bukan Penuh Prasangka
Senatiasa menghargai
pengalaman tertentu bagaimananapun seringnya pengalaman itu terulang, disertai
perasaan kenikmatan yang segar, terpesona, dan kagum.
h. Memiliki
Pengalaman Mistik
Diri dilampaui dan
orang sehat itu digenggam oleh suatu perasaan kekuatan, kepercayaan, dan
kepastian, suatu perasaan yang dalam bahwa tidak ada sesuatu yang tidak dapat
diselesaikan.
i. Memiliki
Minat Sosial
Memiliki perasaan
empati dan afeksi yang kuat terhadap semua manusia dan juga keinginan untuk
membantu sesama.
j. Hubungan
Antarpribadi
Mampu mengadakan hubungan
yang lebih kuat dengan orang-orang lain dan mampu memiliki cinta yang lebih
besar serta persahabatan yang lebih dalam.
k. Watak
yang Demokratis
Membiarkan dan menerima
semua orang tanpa memperhatikan kelas sosial, tingkat pendidikan, goglongan
politik atau agama, ras dan warna kulit.
l. Tidak
Mencampurkan antara Sarana dan Tujuan
Membedakan dengan jelas
antara sarana dan tujuan. Bagi mereka, tujuan jauh lebih penting daripada
sarana untuk mencapainya.
m. Perasaan
Humor yang Tidak Menimbulkan Permusuhan
Humor yang bersifat
filosofis; humor yang menertawakan manusia pada umumnya, bukan kepada seorang
individu yang khusus.
n. Resistensi
terhadap Inkulturasi
Dapat berdiri sendiri
dan otonom, mampu melawan dengan baik pengaruh-pengaruh sosial. Mereka
mempertahankan batin, tidak terpengaruh oleh kebudayaan mereka, dibimbing oleh
diri mereka sendiri.
Referensi
Schultz, D. (1991). Psikologi
pertumbuhan. Yogyakarta: Penrbit Kanisius.