Selasa, 03 November 2015

LEADERSHIP



Kelompok 8 (Alpukat)

Disusun oleh :
Andrew Wiratama
Mikha Meyanti B.
Riyan Anugerah
Ulfah Indah K.
Wira Utami H.
kelas : 3PA06



A.  Definisi Leadership
Menurut Oedway Tead dalam bukunya “The art of leadership” menyatakan kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Menurut R.Tery dalam bukunya Principle of Management memberikan pengertian kepemimpinan sebagai kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai mencapai tujuan-tujuan kelompok.
Menurut Howard H. Hoyt dalam bukunya Aspect of Modern Public Administration menyatakan kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang.
Menurut Harsey and Blanchard (1982) mengatakan bahwa: In essence leadership is a broader concept than management.
Menurut Davis (1967): Leadhership is part of management, but not all of it. A manager is required to plan and organize, for example, but all we ask of the leader is that he gets others to follow.

B.  Teori Kepemimpinan Partisipatif
a.     Teori X dan Y dari Doughlas McGregor
Dua tahun sebelum meninggal, Doughlas mcgregor menerbitkan bukunya yang paling berpengaruh yaitu “The human side of enterprise”. Di bab awal ia memperagakan dengan sangat jelas bahwaasumsi para manajer tentang perilaku manusia dan sifat manusia mempunyai dampak besar pada cara mereka mengelola. Selain gaya bahasanya yang mudah dipahami, kejelasan yang ditunjukan Mcgregor berasal dari kenyataan bahwa ia memisahkan asumsi ini kedalam dua kelompok usulan atau tesis tentang sifat manusia, yang ia namakan teori X dan teori Y.
Teori Y berlandaskan asumsi optimistis tntang manusia yang di dukung oleh teori Maslow sedangkan teori X mempunyai dasar yang lebih gelap.
Teori X menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Teori Y memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.

b.     Teori sistem 4 dari Rensis Likert
Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen sebagai berikut:
1.       Exploitative Authoritative yaitu manajer sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistic. Pemimpin dalam sistem ini hanya mau memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
2.     Otokratis yang baik hati atau Benevolent autoritative yaitu manajernya mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, memotivasi, dan memperbolehkan adanya komunikasi ke atas. Bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya.
3.     Manajer Konsultatif yaitu manajer mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan biasanya hal tersebut terjadii apabila ia membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan. Bawahan disini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan tugas pekerjaan bersama atasannya.
4.     Pemimpin yang bergaya kelompok berpartisipatif atau partisipative group yaitu manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap  persoalan selalu mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat dari bawahannya dan mempunyai niatan untuk menggunakan pendapat bawahan secara konstruktif. Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang berubungan dengan tugasnya bersama atasannya.

c.      Teori of Leadhership Pattern Choice dari Tannenbaum & Scmidt
Pada tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang                 paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini,                   berjudul "Bagamana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan bahwa itu                       menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer.

 Berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat             demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol.             untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan                   mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi lain, yang mereka                   sebut bos berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan                 berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu.

Para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan pola kepemimpinan:
1)     kekuatan di manajer (egattitudes, kepercayaan, nilai-nilai)
2)     kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin)
3)     kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).

Tujuh "pola kepemimpinan" yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.

Kepemimpinan Pola 1: "Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior."
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.

Kepemimpinan Pola 2: "Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan."
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.

Kepemimpinan Pola 3: "Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan."
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.

Kepemimpinan Pola 4: "Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok."
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.

Kepemimpinan Pola 5: "Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan."
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.

Kepemimpinan Pola 6: "Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar."
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.

Kepemimpinan Pola 7: "Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup."
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.

d.     Teori kepemimpinan dari konsep Modern Choice Approach to Participantion yang memuat Decision tree
Bambale (2011) menyampaikan dalam tulisannya, bahwa paradigma kepemimpinan modern              ditelesuri dari “Organizational Citizenship Behaviors” (OCBS), kepemimpinan terbagi dalam              8 teori kepemimpinan yaitu :
1) Kepemimpinan adaftif  melibatkan para pemimpin untuk menyusun visi masa depan dan           mengilhami orang lain untuk menerima perubahan dan menjadi peserta dalam perjalanan ke     depan, dengan ciri; kompeten di bidangnya, objektif dalam menangani keputusan dan               masalah; reflektif dalam melihat sikap dan perilaku sendiri; dapat dipercaya dalam                     menangani kepentingan lain;  inovatif dalam mengejar kinerja yang lebih baik; kegiatan          yang efisien; berpikiran terbuka dalam mempertimbangkan informasi yang relevan dan              perspektif.
2) Model Kepemimpinan Tersebar. Model baru kepemimpinan tersebar mempromosikan              pembagian kekuasaan antara pemimpin dan pengikut Dalam penelitian lain disebut berbeda      antara lain Super kepemimpinan Kepemimpinan; Kepemimpinan Terdistribusi;                         Kepemimpinan Pemberdayaan ; dan Kepemimpinan Bersama. Kepemimpinan ini memiliki        ciri  intuitif dalam mempertimbangkan tacit pengetahuan dan pengalaman; memiliki karakter    dengan menunjukkan teladan moral dan nilai-nilai; memiliki inisiatif dan bersedia untuk            mengambil tindakan; dan memiliki keberanian untuk mengambil sikap prinsip.
  Kepemimpinan otentik (sejati), merupakan model yang ketiga, pemimpin sejati adalah                         individu yang sangat menyadari bagaimana mereka berpikir, berperilaku dan dirasakan oleh                orang lain sebagaimana menyadari diri mereka sendiri dan moral perspektif orang lain,                        pengetahuan dan kekuatan Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan                    lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat                      keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam                    pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan                            meningkatkan produktivitas.

Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
1)     AI (Autocratic) : Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan
2)     informasi yang ada.
3)     AII (Autocratic) : Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral
4)     CI (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
5)     CII (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
6)     GII (Group Decision) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.

Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.

Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973)

1)     Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
2)     Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
3)     Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
4)     Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
5)     Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
6)     Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
7)     Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.

Model ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus utama harus pada masalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain..


e.     Teori kepemipinan dari konsep Contingency theory of leadership dari Fiedler
Kepemimpinan kontingensi dikembangkan oleh Fiedler. Menurut Fiedler prestasi kerja suatu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari kepemimpinan dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh keuatan dan pengaruh:
1.     Kepemimpinan yang efektif terletak pada “belajar menjadi pemimpin yang baik”.
2.     Penolakan terhadap pemikiran “satu jalan yang terbaik”.
3.     Perilaku pemimpin yaang sesuai tergantung pada karakteristik tertentu dari pemimpin, situasi yang dihadapi dan bawahan (mereka yang dipimpin).
4.     Dasar teori kontingensi ialah perilaku pemimpin berubah sesuai dengan keadaan tertentu.
Terdapat dua hal pertimbangan penting:
1)      Sampai sejauh mana situasi memberikan pemimpin kekuatan dan pengaruh yang diperlukan agar efektif.
2)      Sampai sejauh mana pemimpin dapat meramalkan efek dari gaya pemimpin pada perilaku atau prsetasi pengikut.
Efektifitas kepemimpinan menurut Fiedler tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang mendukung, sebagai berikut:
1)          Struktur kebutuhan pemimpin; apakah motivasi pada pencapaian tugas atau hubungan antar pribadi.
2)          Kendali situasi pemimpin, yaitu keyakinan pemimpin bahwa tugas bisa diselesaikan. Kendali situasi adalah fungsi dari; hubungan pemimpin-anggota (tingkat keyakinan, kepercayaan, dan respek bawahan terhadap pemimpin merek), struktur tugas (tingkat dimana penugasan pekerjaan di prosedurkan yakni terstruktur) dan kekuasaan jabatan (tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin mempunyai variabel kekuasaan seperti mempekerjakan, memecat, mendisiplinkan, mempromosikan, dan menaikan gaji).
3)          Interaksi antara struktur kebutuhan pemimpin dengan kendali situasi. Fiedler mengevaluasi situasi dalam ketiga variabel kemungkinan tersebut (hubungan pemimpin-anggota, struktur tugas dan kekuasaan). Hubungan pemimpin-anggota baik atau buruk, struktur tugas tinggi atau rendah, kekuasaan jabatan kuat atau lemah. Fiedler menyataka bahwa makin baik hubungan pemimpin-anggota, maki terstruktur pekerjaan itu, dan makin kuat kekuasaan posisi, makin banyak kendali atau pengaruh yang dimilikipemimpin itu.
f.      Teori kepemimpinan dari konsep Path Goal Theory
Pemimpin akan berhasil apabila ia mampu menunjukkan kepada bawahannya apa yang akan diperoleh sebagai reward dan juga jalur perilaku (path) yang harus dilakukan bawahan untuk memperoleh reward tersebut.
Menurut teori ini, pemimpin harus meningkatkan ketersediaan jumlah dan jenis penghargaan               bagi pegawai; dan selanjutnya memberikan petunjuk dan bimbingan untuk menjelaskan cara-             cara untuk mendapatkan penghargaan tersebut. Berdasarkan tindakan pimpinan dalam                         memotivasi dan memberikan penjelasan kepada pegawai maka dikenal adanya kepemimpinan             directive, supportive, participative, dan achievement oriented.
1)       Kepemimpinan direktif, yakni pemimpin memberikan arahan tentang sasaran, target dan cara-cara untuk mencapainya secara rinci dan jelas; tidak ada ruang untuk diskusi dan partisipasi pegawai.
2)       Kepemimpinan suportif, menempatkan pemimpin sebagai “sahabat” bagi bawahan, dengan memberikan dukungan material, finansial, atau moral; serta peduli terhadap kesejahteraan pegawai.
3)       Kepemimpinan partisipatif, dalam mengambil keputusan dan/atau bertindak meminta dan menggunakan masukan atau saran dari pegawai, namun keputusan dan kewenangan tetap dilakukan oleh pimpinan.
4)       Kepemimpinan berorientasi prestasi, menunjukkan pemimpin yang menuntut kinerja yang unggul, merancang tujuan yang menantang, berimprovisasi, dan menunjukkan kepercayaan bahwa pegawai dapat mencapai standar kinerja tinggi.

Teori-teori dalam kategori ini juga dikembangkan oleh Blake dan Mouton (1964) yang disebut dengan Managerial Grid. Dalam kepemimpinan ini, kisi-kisi perhatian kepada pekerja dan kepada produksi diukur dalam skala terendah = 0 dan tertinggi = 9; sehingga skala 9,9 yang disebut tim manajemen dipandang sebagai gaya kepemimpinan yang paling optimal. Likert (1961-1967) juga mengembangkan pengukuran perilaku kepemimpinan yang dikelompokkan menjadi empat gaya yakni exploitative authoritative, benevolent authoritative, consultative, dan participative group. Selain itu masih banyak lagi teori-teori yang dikembangkan lebih lanjut berdasarkan orientasi perilaku pemimpin dalam memandang pelaksanaan tugas/produksi/kinerja, dan para pegawai sebagai pelaksana tugas tersebut




Daftar Pustaka

Adair, John. 2008. Kepemimpinan yang memotivasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Anoraga, S & Suyati, S. 1995. Psikologi industri dan sosial. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Munandar, Ashar Sunyoto. 2014. Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Robbins, Stephen P. Judge, Timothy A. Perilaku Organisasi edisi 12 ,Organizational Behavior 12th ed. Penerjemah : Diana Angelica, Ria Cahyani, dan Abdul Rosyid. Jakarta : Penerbit Salemba Empat
Wibowo, Udik Budi. 2011. Teori Kepemimpinan, Makalah disampaikan pada Pembekalan Ujian Dinas Tahun 2011. Badan Kepegawaian Daerah : Yogyakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar