Selasa, 21 April 2015

Interpersonal

Tugas minggu ke - 9

KESEHATAN MENTAL

A.    Model – Model Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal (antarpribadi) adalah hubungan yang terdiri atas dua orang atau lebih, yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang konsisten. Ketika akan menjalin hubungan interpersonal, akan terdapat suatu proses dan  biasanya dimulai dengan interpersonal attraction.

Hubungan interpersonal memiliki empat model yaitu :
1.     Model Pertukaran Sosial (social exchange model)
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Seseorang yang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif), biaya (akibat negatif), hasil atau laba (ganjaran dikurangi biaya), dan tingkat perbandingan.

2.     Model Peranan
Model yang menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Setiap orang harus memerankan perannya sesuai naskah yang sudah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berjalan dengan baik apabila setiap individu bertindak sesuai dengan peranannya.

3.     Model inraksional
Hubungan interpersonal sebagai suatu sistem, setiap sistem memiliki sifat – sifat struktural , integratif, dan medan. Semua sistem derdiri dari subsistem yang saling bergantung dan bertindak bersama. Semua sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Jika ekuilibrium dari sistem terganggu segara mengambil tindakan. Setiap hubungan interpesonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan.

4.     Model Permainan ( Games People Play Model)
Menggunakan pendekatan analisis transaksional. Hubungan individu terlibat dengan berbagai macam permainan. Kepribadian dasar dalam permainan tersebut dibagi tiga bagian yaitu :
·       Kepribadian Orang Tua
Kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagai orang tua.
·       Kepribadian orang dewasa
bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional
·       Kepribadian anak
kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan.

B.    Memulai Hubungan
1)     Pembentukan Kesan
Menurut sears dkk (1992) individu cenderung membentuk kesan panjang lebar atas orang lain berdasarkan informasi yang terbatas. Evaluasi : Kesan pertama. Menurut sears dkk (1992) aspek pertama yang paling penting dan kuat adalah evaluasi. Secara formal dimensi evaluatif merupakan dimensi terpenting diantara sejumlah dimensi dasar yang mengorganisasikan kesan gabungan tentang orang lain. Kesan Menyeluruh. Untuk menjelaskan bagaimana orang mengevaluasi terhadap orang orang lain, dapat dilakukan dari “kesan yang diterima secara keseluruhan”. Sears dkk. (1992) membagi kesan menyeluruh menjadi dua, yaitu model penyamarataan dan model menambahkan. Konsistensi. Individu cenderung membentuk karakteristik yang konsisten secara evaluatif terhadap individu lainnya, meski hanya memiliki sedikit informasi. Kita cenderung memandang orang lain secara konsisten dari kedalamannya. Prasangka positif menurut sears (dalam Sears dkk., 1992) adalah kecenderungan menilai orang lain secara positif sehingga mengalahkan evaluasi negatif.

2)     Ketertarikan Interpersonal
a)     Penguatan
Kita menyukai orang lain dengan cara member ganjaran sebagai penguatan dari tindakan atau sikap kita. Salah satu tipe ganjaran yang penting adalah persetujuan sosial, dan banyak penelitian memperlihatkan bahwa kita cenderung menyukai orang lain yang cenderung menilai kita secara positif (Sears, 1992).
b)     Pertukaran sosial
Pandangan ini menyatakan bahwa rasa suka kita kepada orang lain didasarkan pada penilaian kita terhadap kerugian dan keuntungan yang diberikan seseorang kepada kita. Teori ini menekankan bahwa kita membuat penilaian komparatif, menilai keuntungan yang kita peroleh dari seseorang dibandingkan dengan keuntungan yang kita peroleh dari orang lain (Sears dkk., 1992).
c)     Asosiasi
Kita menjadi suka kepada orang yang diasosiasikan (dihubungkan) dengan pengalaman yang baik/bagus dan tidak suka kepada orang yang diasosiasikan dengan pengalaman buruk/jelek (Clore & Byrne dalam Sears dkk., 1992)

C.    Hubungan Peran
1.     Model Peran
Terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
Secara implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
         Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
         Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi

2.     Konflik
Konflik adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern) maupun dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupad perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.
     Substantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok,pengalokasian sumber dalam suatu organisasi, distrubusi kebijaksanaan serta prosedur serta pembagaian jabatan pekerjaan. Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertantangan antar pribadi (personality clashes).

3.     Adequacy Peran dan Autentisitas
Kecukupan perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.

D.    Intimasi dan Hubungan Pribadi
Intimasi dapat dilakukan terhadap teman atau kekasih. Intimasi (elemen emosional : keakraban, keinginan untuk mendekat, memahami kehangatan, menghargai, kepercayaan). Intimasi mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya. Dorongan ini menyebabkan individu bergaul lebih akrab, hangat, menghargai, menghormati, dan mempercayai pasangan yang dicintai, dibandingkan dengan orang yang tidak dicintai. Mengapa seseorang merasa intim dengan orang yang dicintai? Hal ini karena masing-masing individu merasa saling membutuhkan dan melengkapi antara satu dan yang lain dalam segala hal. Masing-masing merasa tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan kehadiran pasangan hidup sisinya.

E.     Intimasi dan Pertumbuhan
untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena (1) kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh; (2) kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan; (3) kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia; (4) kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup; (5) kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus . Dalam hal inilah keutamaan cinta dibutuhkan.





Referensi

Jalaluddin Rakhmat (1998): Psikologi Komunikasi, Edisi 12, PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar